Tidak ada yang special di blog ini, tidak ada Hot gossip apalagi bahas politik karena hanyalah tempat untuk menuangkan ide-ide yang selama ini berseliweran dikepala saja, serta wadah untuk sambat ataupun berkeluh kesah untuk tetap menjaga kewarasan tanpa takut dihakimi.
Kadang, kerjaan numpuk bikin otak rasanya kayak Hard disk penuh, jadi blog ini semacam “Flash drive eksternal” buat menyimpan unek-unek sebelum aku crash sendiri.
aku yang lebih milih ngetik di blog daripada ngobrol di pantry kantor. Aku yang lebih nyaman curhat ke Google Docs daripada ke manusia. Singkatnya, aku: seorang introvert tapi tidak anti sosial, terkadang aku butuh moment untuk recharge energy setelah seharian pura-pura bahagia. dan karena manusia nggak bisa disuruh mute kayak video TikTok, maka kutuangkan semua di sini—di blog ini.
Blog ini semacam ruang rahasia tempatku nyelipin keresahan soal pekerjaan, cinta dan ide-ide desain yang sering muncul jam 3 pagi—pas Tuhan lagi iseng bisikin “eh, gimana kalau kamu bikin logo bentuk alpukat yang agak filosofis?” Ya gitu.
Tentang pekerjaan
sebagai seorang karyawan IT. Profesi yang katanya “Anak IT tuh keren, bisa Hack satelit” padahal kenyataannya lebih sering jadi tukang colok-colok kabel dan disangka tukang servis keliling. apalagi klo printer error maka itu adalah musuh alami semua karyawan IT.
Kehidupan saya juga akrab dengan pertanyaan-pertanyaan ajaib seperti:
Ada juga momen legendaris: saat aku dianggap seperti Tuhan. Bukan karena suci, tapi karena semua masalah kantor dilempar ke saya.
Saya sih ikhlas, cuma kadang suka mikir… ini saya kerja di divisi IT atau jadi sekuriti, teknisi, atau dukun?
Kadang cuma ingin bilang: karyawan IT itu bukan manusia super, tapi kami berusaha tetap waras di tengah permintaan user yang kadang lebih absurd dari plot sinetron azab.
Kalau kalian punya teman anak IT, peluklah dia, atau minimal beliin kopi gitu. karena di balik layar biru Windows, ada hati yang sedang berjuang. kadang aku iri sama printer kantor kalau dia ngambek, orang-orang panik dan langsung ngertiin. Aku ngambek? Dibilang baper.
Kisah Cinta yang Lebih Banyak Typo-nya daripada Ending-nya
Kita pindah ke topik yang sedikit lebih pribadi—kisah cinta. Atau lebih tepatnya, kisah tentang ketidaktercapaian cinta. Sebagai introvert, aku lebih jago bikin desain undangan pernikahan orang lain daripada bikin orang naksir sama aku.
Pernah waktu itu aku suka sama salah satu anak tim marketing. Panggil aja Mawar (bukan nama sebenarnya). Cantik, supel, dan suka pakai kutipan motivasi di caption Instagram-nya. Aku, yang baru ganti foto profil setelah duabelas tahun, jelas nggak punya peluang.
Tapi aku coba pendekatan. Lewat desain, tentu saja. Aku bantu dia bikin pitch deck yang estetik banget. Tipografi pas, warna selaras, bahkan ada animasi ringan. Hasilnya? Dia bilang, “Makasih banget ya! Kamu kayak kakak aku deh.”
Aku langsung pengen buka Illustrator, dan nulis kata “KAKAK” pake font Comic Sans ukuran 300 px, lalu kulempar laptop ke laut.
Sejak itu aku sadar. Cinta itu seperti revisi desain: kadang banyak, kadang nggak masuk akal, dan pada akhirnya cuma buat orang lain senang. Aku sih lebih milih cinta yang bisa dikontrol: cinta pada bentuk simetri, sedikit drop shadow, gradasi yang halus, dan font Helvetica.
Seni Desain, Tempatku Menyalurkan Aspirasi dan Eksistensi
Kalau kantor dan cinta bikin aku pengen kabur ke gunung, desain adalah tempat aku pulang.
Desain itu kayak terapi buat aku. Kalau lagi suntuk, aku buka procreate atau adobe illustrator, terus mulai utak-atik bentuk dan warna (namun sejak teknologi AI menyerang, aku tidak lagi melakukan itu). Beberapa orang pelarian emosinya ke karaoke atau party. Aku? Bikin logo kucing yang terlihat filosofis tapi sebenarnya cuma iseng doang.
Blog ini juga jadi galeri kecil buat karya-karyaku yang nggak sempat tayang di dunia nyata apalagi pameran di Basel dan Paris. Maka jangan heran jika nanti disini hanya akan ada banyak gambar-gambar yang bikin anda gagal paham.
Aku juga suka bereksperimen sama konsep desain yang nyeleneh. seperti:
Semuanya nggak ada klien, nggak ada deadline, cuma ada aku dan imajinasi. dan di momen-momen itu, aku merasa hidup. Walaupun tetap diem aja sih. Tapi hidup.
Kenapa Nulis Blog? Karena Suara Hati Juga Butuh Platform
Sebagai introvert, ngomong panjang lebar itu capek. Tapi pikiran ini penuh. Kadang overthinking, kadang overdesain. Maka dari itu blog ini ada. Biar bisa cerita tanpa harus jawab, “loh kamu pendiem banget sih?” Atau “kok kamu nggak ikutan seru-seruan?”
Karena di sini, aku bisa:
Blog ini bukan cuma tempat curhat. Ini semacam museum emosi. Kalau orang lain ngeluarin isi hati lewat lagu, aku ngeluarinnya lewat mockup dan metafora absurd.
Akhir Kata: Dari Sudut Pojok kamar, Aku Mengetik…
Aku tahu nggak semua orang bakal tersesat di blog ini tapi itu nggak masalah. Kadang hal-hal terbaik justru lahir dari tempat paling sepi. Kayak ide brilian yang muncul pas lagi keramas di kamar mandi, atau desain keren yang tiba-tiba muncul pas lagi bengong liatin colokan.
Kalau kamu juga introvert, dan kamu merasa nggak punya tempat buat cerita—tenang. Kita satu frekuensi. Nggak perlu ngomong keras-keras, yang penting kita ngerti. Kalau kamu bukan introvert tapi bertahan baca sampai sini, selamat. Kamu punya jiwa sosial tinggi atau lagi nggak ada kerjaan (nggak apa-apa, aku juga gitu pas nulis ini).
Terima kasih sudah bertahan sampai sini…
~Ylz